Kader Ulama di Muhammadiyah Perlu Diperhatikan Kembali


/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:”Times New Roman”,”serif”;
mso-bidi-font-family:”Traditional Arabic”;}

Kader Ulama di Muhammadiyah Perlu Diperhatikan Kembali

Suara Muhammadiyah 12/maret/2008

“Ulama itu adalah pewaris para nabi”, demikianlah salah satu ungkapan hadist nabi mengingkatkan kepada umatnya tentang pentingnya arti dan posisi ulama di dalam Islam. Sehingga nabi menempatkan kaum ulama bagian dari ahli warisnya.

Di tengah kelangkaan kaum ulama serta banyaknya prilaku dan tradisi keberagamaan masyarakat yang jauh dari semangat ajaran Al-qur’an dan Sunnah, sejak dahulu hingga sekarang Muhammadiyah terus berusaha menyemai kader Ulama dengan mendirikan berbagai lembaga pendidikan sebagai sekolah kader ulama.
Komitmen Muhammadiyah mendirikan sekolah kader ulama tersebut sangat mendapat perhatian warga Muhammadiyah. Hampir setiap Muktamar, selalu membahas sekolah kader ulama tersebut. Sebagaimana yang terlihat dalam Muktamar ke-41 di Surakarta maupun Muktamar ke-43 di Banda Aceh.
Akan tetapi perkembangan dan perubahan kehidupan masyarakat menuntut terjadinya peningkatan jumlah ulama di berbagai daerah. Apalagi perubahan masyarakat yang terjadi selalu beriringan dengan berbagai persoalan keagamaan yang muncul. Kondisi ini memang dibenarkan oleh Dr. Jaih Mubarok, M.Ag, menurut Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jawa Barat ini, kader ulama Muhammadiyah memang sangat perlu ditingkatkan, baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya. “Karena kalau saya lihat untuk wilayah Jawa Barat saja misalnya, saya betul-betul mengalami kekurangan ulama tarjih tersebut. Untuk tingkatan PDM mungkin masih ada, akan tetapi untuk PCM apalagi PRM sudah sangat langka. Ini menurut saya merupakan problem yang cukup mendasar, sebab banyak sekali persoalan-persoalan baru yang muncul menuntut Muhammadiyah bisa menjawabnya,” tuturnya saat dihubungi SM.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Abdul Rahim Razak, Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tabligh PWM Sulawesi Selatan, ini melihat di tengah kondisi keumatan dan kebangsaan kita saat sekarang, Muhamma-diyah membutuhkan munculnya kader ulama yang betul-betul bisa membantu dan mengayomi umat, karena saat seka-rang ini kita betul-betul kekurangan kader ulama tersebut.
Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tabligh ini juga menyebutkan, bahwa setidaknya untuk konteks sekarang kebutuhan terhadap ulama tarjih tersebut masing-masing Kabupaten bisa diisi 2-3 orang. “..Yang penting menurut saya, bagaimana kader ulama ini bisa mengabdikan dirinya untuk kepentingan umat secara menyeluruh. Memang betul harus bisa menguasai Bahasa Arab dan ilmu alat lainnya, tapi sikap kepanutan juga menjadi hal yang penting ditanamkan,” tambahnya.
Kelangkaan kader ulama tarjih ini memang benar adanya, akan tetapi bukan berarti Muhammadiyah secara keseluruhan kelangkaan akan kader ulama ini. Misalnya saja di Jawa Tengah, menurut Muhammad Abdul Fatah Santoso, M.Ag, kelangkaan kader ulama itu tidak begitu dirasakan olehnya. “Selama saya dua kali periode di Majelis Tarjih PWM Jawa Tengah ini, kok saya tidak merasa statement tentang kelangkaan ulama Tarjih itu terjadi, terutama untuk Jawa Tengah, setiap kali kita mengadakan permusyawaratan, selalu masih banyak yang hadir,” ungkap Santoso yang kini diamanahi sebagai Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jawa Tengah.
Selanjutnya Abdul Fatah Santoso menyatakan, “Saya sangat optimis dengan kaderisasi ulama tarjih ini, sebab sekarang ini banyak daerah yang mulai mendirikan pesantren-pesantren baru semisal di Solo, Bekonang, Sukoharjo dan lainnya, melengkapi yang sudah ada semisal yang di Shobron. Jadi masih akan terus ada ulama tarjih Muhammadiyah itu.”
Pendapat Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jawa Tengah ini juga didukung oleh Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jawa Timur, Prof. DR. Ali Mufrodi, ketika dihubungi oleh SM via telepon menyebutkan bahwa kelangkaan ulama tarjih itu tidak begitu dirasakan di daerah Jawa Timur ini. “Untuk wilayah Jawa Timur Alhamdilillah masih mempunyai stok ulama tarjih yang cukup. Hanya saja memang kita belum mendata dan mengkoordinir mereka secara jelas saja, tetapi yang jelas masih cukup banyak. Pada umumnya mereka itu sudah mumpuni untuk menjawab beberapa permasalahan yang bersifat fiqhiyah dan furu’iyah, tetapi untuk masalah yang lebih kontemporer semisal masalah penggunaan metode hermeneutika masih perlu penajaman dan peningkatan kemampuan lagi,” ungkapnya.
Walaupun kader-kader ulama tarjih di lingkungan Muhammadiyah bagi sebagian wilayah masih mencukupi, namun harus diakui pula jika bagi wilayah lain terjadi kelangkaan stok kader ulama tersebut. Apalagi bicara persoalan kader ulama tarjih saat sekarang tidak bisa dilihat dari segi jumlahnya semata. Sebab dengan perkembangan sosial dan keagamaan yang terjadi belakangan ini, terutama dengan semakin berkembangnya kemajuan teknologi, menuntut hadirnya kader ulama tarjih yang memiliki kapasitas keilmuan yang memadai. Berbagai upaya peningkatan kapasitas maupun kuantitas kader ulama tarjih ini mulai diupaya di masing-masing daerah.
Di Jawa Timur misalnya, peningkatan kemampuan kader ulama tarjih ini dilakukan dengan beberapa cara. Di antaranya mengadakan berbagai aneka diskusi, di samping itu mereka juga banyak yang didorong untuk meneruskan pendalaman pengetahuan melalui lembaga-lembaga pendidikan yang ada, seperti pesantren atau pun di melanjutkan studi di Pasca Sarjana program S2 dan S3 di IAIN maupun di luar negeri. Majelis Tarjih Jatim juga mempersiapkan kader guru yang mengajarkan ilmu falak di SMTA Muhammadiyah. “Alhamdulillah saat sekarang sudah terkumpul sekitar 150-an orang, dan itu akan terus kita tingkatkan lagi jumlah dan kemampuannya,” tambah Mufrodi.
Sementara Majelis Tarjih Jawa Barat menjawab kelangkaan kader ulama dengan mengadakan pesantren luhur yang disyaratkan pesertanya lulusan Sarjana S1. ” Untuk sekarang ini kita mengadakan pesantren luhur, yang santrinya disyaratkan lulusan S1. Mereka kita seleksi dengan berbagai standar dan digembleng selama dua tahun dalam masalah istimbath hukum sampai filosofi-filosofinya. Di samping itu saat sekarang kita juga merancang program Perkaderan Ulama Tarjih paket B, namanya paket B maka standar mutunya ya, agak berkurang sedikit. Kita ingin memproduk ulama kaliber kampung saja. Yaitu, yang baik membaca Qur’annya, kemudian kita bekali keterampilan agar bisa survival di masyarakat, dan dibekali dengan keputusan tarjih yang sudah jadi, ungkap Dr. Jaih Mubarok, M.Ag.
Upaya peningkatan terhadap kader ulama tarjih ini juga mulai dilakukan oleh Majelis Tarjih Sulawesi Selatan dengan tiga upaya. Pertama, melakukan pembinaan terhadap wadah kader ulama tersebut, kedua, memberikan penyadaran akan minat menjadi seorang ulama. ketiga, memberikan pengertian bahwa, seorang ulama adalah ahli waris bukan lagi sebagai pewaris dari Nabi Muhammad.
Harapannya dengan didorongnya kembali pendidikan kader ulama khususnya ulama tarjih di lingkungan Muhammadiyah, setidaknya ke depan Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam di negeri ini bisa menjadi tempat bertanya bagi orang banyak sekaligus sebagai problem solving (penyelesai masalah) bagi kehidupan kita berbangsa dan beragama.

Leave a comment

No comments yet.

Comments RSS TrackBack Identifier URI

Leave a comment